Lalu benarkah dia memberikan jatah bulanan untuk selingkuhannya? Aku benar-benar tidak bisa mengambil kesimpulan untuk hal ini! Sungguh!
Memang dia tidak memberikan semua gaji bulanannya kepadaku. Tetapi aku tahu besaran gaji per bulannya. Apakah aku dibohongi tentang besaran gajinya?
Argh!
Aku ingin menjambak rambut Didan! Aku berharap aku mampu memaki dia dengan segala sumpah serapahku!
Tentang hari cutinya, aku rasa aku benar-benar kecolongan! Aku tidak pernah tahu kapan dia cuti dan untuk kepentingan apa. Kecuali jika dia cuti dan benar-benar untuk kepentingan keluarga. Salahku lagi adalah aku tidak pernah menghitung jumlah cuti yang dia ambil untuk segala urusan keluarga.
Suamiku adalah seseorang yang terlihat sangat perhatian kepada keluarga. Sangat sayang kepada anak-anak dan cucu. Aku benar-benar berpikir bahwa semua perempuan itu hanya teman baginya. Aku tidak pernah berpikir bahwa para teman itu akan menjadi simpanan, selingkuhan, pacar atau apapun sebutan untuk mereka.
Jika memang begitu banyaknya selingkuhan yang dia miliki sampai-sampai harus menggunakan hak cutinya untuk bisa menemui beberapa diantara mereka, aku benar-benar sudah tidak mampu memikirkannya lagi.
Tega! Jahat!
Hanya itu yang mampu aku katakan saat ini.
Jika hari Sabtu dia pergi dari rumah, tentu saja aku tidak pernah melarangnya. Alasan dia selalu tepat. Mengunjungi teman, menjenguk teman yang sakit, ke pasar elektronik, ke pasar hewan, dan sebagainya.
Mana aku tahu kalau ternyata dia mengunjungi teman perempuan dan berakhir di ranjang sebuah hotel atau penginapan?
Mana aku tahu?
Jam pulangnya tidak pernah kemalaman. Dia pun pulang dalam kondisi biasa saja. Aku tidak pernah menemukan bercak lipstick atau aroma parfum perempuan pada bajunya. Aku tidak pernah menemukan hal-hal semacam itu. Jadi bagaimana aku tahu?
Bagaimana caraku untuk tahu kalau ternyata suamiku sangat pandai bersandiwara dan bermain drama?
Terkutuk!
***
Jangan-jangan semua baju rajutan yang dia bawa untuk cucu kami adalah kiriman atau buatan dari salah satu selingkuhannya!
Yah… aku menyukai baju rajutan yang pernah dia bawa untuk cucu kami. Aku katakan padanya bahwa bajunya lucu dan suatu saat nanti aku mau dia belikan lagi untuk cucu kami. Cucu kami terlihat cantik saat memakai baju rajutan itu.
Ahhh…. Airmataku tak bisa berhenti menetes!
Kemudian tiap beberapa waktu dia akan membawakan cucu kami baju rajutan itu.
Aku benar-benar menyesal dengan ucapanku saat itu. Sungguh.
“Say, baju rajutan yang kau bawa itu cantik lho. Besok-besok lagi bawain lagi ya. Ketika cucu kita sudah tumbuh lebih besar. Dia terlihat lucu. Bajunya juga bagus. Benangnya lembut, tidak akan bikin kulit bayi menjadi gatal.”
Jawaban dia hanya sebuah anggukan dengan senyum manis.
Andai aku tahu, Say. Tidak akan pernah aku mengatakan tentang keindahan baju itu. Malah aku akan buang ke sampah.
“Say, tadi siang aku menerima sebuah surat. Isinya membuatku sangat terpukul. Airmata tak berhenti menetes. Hatiku perih. Aku ingin tidak percaya dengan semuanya. Namun beberapa hal terlihat nyata ketika aku pikirkan pelan-pelan. Ada beberapa hal yang membuatku mengatakan iya, dan ada beberapa hal lain yang membuatku mengatakan benarkah? Tetapi belum ada satu pun hal yang tertulis di surat itu bisa membuatku mengatakan tidak mungkin.”
Malam itu aku katakan tentang surat kaleng yang dikirim kepadaku. Dia menatapku, dan meminta surat itu. Dia membaca, kemudian meremasnya. Matanya merah, wajahnya pias dan menunjukkan kemarahan.
“Say percaya semuanya? Orang gila yang mengatakan itu, Say!” ucapnya berapi-api.
“Bukankah sudah aku bilang bahwa belum ada satu pun cerita yang bisa membuatku mengatakan tidak mungkin?” kataku sambil menahan airmata menetes.
“Sudah, ga usah percaya dong Say. Toh tidak tahu siapa yang menulis ini. Aku akan cari orangnya. Seenaknya saja mencoba menghancurkan yang baik-baik saja. Lagipula aku tidak berbuat seperti itu, Say. Aku tidak punya pacar, selingkuhan, atau apapun itu. Seharusnya Say percaya padaku. Bukankah aku tiap hari pulang ke rumah? Aku tidak pernah menginap di tempat lain.”
Didan semakin berapi-api ketika tahu bahwa aku mempercayai kata-kata dalam surat kaleng.
“Tapi memang Say lakukan semua itu, kan? Say pergi ke villa dua malam. Saat itu sulit dihubungi. Say lakukan apa di sana bersama siapa? Say juga selalu tidur larut malam sekarang, karena bermain telepon genggam sambal senyum senyum sendiri. Say juga sudah jarang menerima teleponku saat di jalan. Memangnya di jalan bareng siapa? Ada siapa di sampingmu, Say? Ada berapa banyak perempuan yang mencoba memuaskan nafsumu, Say?”
Aku pun tidak kalah berapi-api. Sesak rasanya dada ini. Hatiku sangat sakit. Aku benar-benar menangis sesenggukan. Tak mampu lagi aku menahan semua ini.
Didan marah. Dia memukul meja dan keluar ruangan sambal membanting pintu.
Aku benar-benar kesal kepadanya. Bukan menyelesaikan masalah, tetapi malah pergi menghindar. Ternyata suamiku bukan lelaki sejati.
Selang tigapuluh menit, Didan datang kembali dan mengatakan sesuatu hal yang membuatku terperangah.
“Say! Dengar ya, kalau semua isi surat itu benar maka aku bersumpah bahwa aku akan mengalami kecelakaan yang sangat memalukan! Ingat itu! Kecelakaan yang membuatku malu, tetapi juga membuatmu malu! Sebuah kecelakaan yang akan menghancurkan harga diriku juga karierku. Camkan itu!”
“Jika masih tak percaya juga, apa aku harus benar-benar mengalami kecelakaan seperti yang aku katakan?”
Ah… kata-kata itu sedikit meredam kemarahan dan kekecewaanku padanya. Mana mungkin dia mau mengalami kecelakaan yang akan menghancurkan dirinya sendiri? Tidak mungkin kan?
Kata-katanya benar-benar berhasil membuatku kembali mempercayainya.
Apakah aku kembali dibodohi oleh suamiku? Semoga semesta segera menjawab semuanya.
Wimala Anindita
Bandung, 170820
0